Tanya: Apa hukumnya memakai cincin kawin atau cincin pertunangan?
Jawab:
Alhamdulillah, wash-shalatu was-salamu ‘ala Rasulillah.
Telah diajukan pertanyaan seputar masalah ini kepada Asy-Syaikh Muhammad
bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah. Dan beliau berfatwa:
“Cincin tunangan adalah ungkapan dari sebuah cincin (yang tidak
bermata). Pada asalnya, mengenakan cincin bukanlah sesuatu yang
terlarang kecuali jika disertai i’tiqad (keyakinan) tertentu sebagaimana
dilakukan oleh sebagian orang. Seseorang menulis namanya pada cincin
yang dia berikan kepada tunangan wanitanya, dan si wanita juga menulis
namanya pada cincin yang dia berikan kepada si lelaki yang melamarnya,
dengan anggapan bahwa hal ini akan menimbulkan ikatan yang kokoh antara
keduanya. Pada kondisi seperti ini, cincin tadi menjadi haram, karena
merupakan perbuatan bergantung dengan sesuatu yang tidak ada landasannya
secara syariat maupun inderawi (tidak ada hubungan sebab akibat). [1]
Demikian pula, lelaki pelamar tidak boleh memakaikannya di tangan wanita
tunangannya karena wanita tersebut baru sebatas tunangan dan belum
menjadi istrinya setelah lamaran tersebut. Maka wanita itu tetaplah
wanita ajnabiyyah (bukan mahram) baginya, karena tidaklah resmi menjadi
istri kecuali dengan akad nikah.” (sebagaimana dalam kitab Al-Usrah
Al-Muslimah, hal. 113, dan Fatawa Al-Mar`ah Al-Muslimah, hal. 476)
Telah diajukan juga sebuah pertanyaan kepada Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan
hafizhahullah: “Apa hukum mengenakan cincin atau cincin tunangan
apabila terbuat dari perak atau emas atau logam berharga yang lain?”
Beliau menjawab: “Seorang lelaki tidak boleh mengenakan emas baik berupa
cincin atau perhiasan yang lain dalam keadaan apapun. Karena Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengharamkan emas atas kaum laki-laki umat
ini. Dan beliau melihat seorang lelaki yang mengenakan cincin emas di
tangannya maka beliau pun melepas cincin tersebut dari tangannya.
Kemudian beliau berkata:
يَعْمِدُ أَحَدُكُمْ إِلَى جَمْرَةٍ مِنْ نَارٍ فَيَضُعَهَا فِي يَدِهِ؟
“Salah seorang kalian sengaja mengambil bara api dari neraka lalu meletakkannya di tangannya?”
Maka, seorang lelaki muslim tidak boleh mengenakan cincin emas. Adapun
cincin selain emas seperti cincin perak atau logam yang lain, maka boleh
dikenakan oleh laki-laki, meskipun logam tersebut sangat berharga.
Mengenakan cincin tunangan bukanlah adat kaum muslimin (melainkan adat
orang-orang kafir). Apabila cincin itu dipakai disertai dengan i’tiqad
(keyakinan) akan menyebabkan terwujudnya rasa cinta antara pasangan
suami istri dan jika ditanggalkan akan memengaruhi langgengnya hubungan
keduanya, maka yang seperti ini termasuk syirik. [2] Dan ini merupakan
keyakinan jahiliyah.
Maka, tidak boleh mengenakan cincin tunangan dengan alasan apapun, karena:
1. Merupakan perbuatan taqlid (membebek) terhadap orang-orang yang tidak
ada kebaikan sedikitpun pada mereka (yakni orang-orang kafir), di mana
hal ini adalah adat kebiasaan yang datang ke tengah-tengah kaum
muslimin, bukan adat kebiasaan kaum muslimin.
2. Apabila diiringi dengan i’tiqad akan memengaruhi keharmonisan suami istri maka termasuk syirik.
Wala haula wala quwwata illa billah. (Fatawa Al-Mar`ah Al-Muslimah, hal. 476-477)
Kedua ulama ini sepakat bahwa jika cincin tunangan itu dipakai disertai
i’tiqad yang disebutkan maka hukumnya haram dan merupakan syirik kecil.
Adapun bila tanpa i’tiqad tersebut, keduanya berbeda pendapat. Dan
pendapat Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan lebih dekat kepada al-haq dan lebih
selamat. Wallahu a’lam bish-shawab.
Penulis: Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Al-Makassari
Footnotes:
[1] Menjadikan perkara tertentu sebagai sebab dalam usaha mencapai
sesuatu, padahal syariat tidak memerintahkannya, dan tidak ada pula
hubungan sebab akibat antara perkara tersebut dengan tujuan yang akan
dicapai (secara tinjauan takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatur
kejadian alam), adalah perbuatan syirik kecil; yang merupakan wasilah
yang akan menyeret seseorang untuk terjatuh dalam perbuatan syirik besar
yang membatalkan keislamannya. Kita berlindung kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala dari kesyirikan. (pen)
[2] Yakni syirik kecil. (pen.)
Sumber: http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=409
0 komentar:
Posting Komentar